Senin, 14 Oktober 2013

Contoh Makalah Bahasa Indonesia

MAKALAH BAHASA INDONESIA
"SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA"





EUNIKE TAMBINGON
10310666




UNIVERSITAS NEGERI MANADO
 FAKULTAS BAHASA DAN SENI
     JURUSAN BAHASA ASING
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG
                                               2010



KATA PENGANTAR


Puji dan syukur kami panjatkan  kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat hikmat dan perkenanannya serta sumber inspirasinya  saya dapat menyusun makalah ini.
Adapun makalah  ini saya susun untuk memenuhi tugas mata kuliah BAHASA INDONESIA dan mempermudah akan pemahaman tentang Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Pada kesempatan ini juga kami mengucapkan terimakasih teman-teman yang telah membantu  dan sudah turut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini serta kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan makalah ini kami ucapkan terimakasih.
Semoga makalah yang saya susun ini dapat menambah wawasan dan mempermudah pemahaman kita dalam mata kuliah Bahasa Indonesia ini.


Penyusun
                                       
        EUNIKE TAMBINGON




DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
BAB I  :PENDAHULUAN
      I.I        Latar belakang Masalah
      I.II       Tujuan Penyusunan makalah
      I.III      Sistematika Pembahasan
BAB II :Landasan teori
BAB III:PEMBAHASAN
III.I    Asal Mula Bahasa indonesia dari segi bahasa yang digunakan
III.II   Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan peristiwa-peristiwa  penting
          III.III Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan prasasti-prasasti
III.IV Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan catatan-catatan penting
III.V  Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kerajaan
          II.VI  Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kerajaan-keraan Melayu
BAB IV:PENUTUP
            IV.I      KESIMPULAN
            IV.II    SARAN
DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN


Latar Belakang

Setiap hari pastinya kita menggunakan Bahasa Indonesia, sebagai bahasa sehari-hari kita. Baik untuk berbicara, menulis, dan kegiatan sehari-hari lainnya. Tapi sekarang ini telah banyak perubahan yang ada. Baik dari segi pengaruh luar yaitu perkembangan global dan juga dari masyarakat Indonesia sendiri.
Sekarang ini pun dari bidang pendidikan, anak-anak playgroup sudah diajarkan menggunakan bahasa luar negeri seperti Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin dan Bahasa Jepang dan masih banyak yang lainnya. Belum lagi setelah tingkat SD, SMP, SMA dan seterusnya, makin banyak bahasa-bahasa asing yang dipelajari.
Ini dianggap sebagai kebutuhan modal,  juga sebagai tolak ukur kemajuan individu-individu di masa depan. Tapi ini mempunyai pengaruh secara langsung dan tak langsung, yaitu bahasa asing menjadi bahasa sehari-hari agar terbiasa dan juga sebagai alat latih untuk memperlancar pengucapan, pendengaran dan penulisan.
Cukup memprihatinkan, karena fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dari Warga Negara Indonesia menjadi tergeser. Karena bahasa asing, menjadi bahasa pergaulan, menjadi jembatan dalam persaingan global dan juga salah satu syarat dalam dunia pekerjaan.
Tak dipungkiri pentingnya mempelajari bahasa asing, tapi alangkah jauh lebih baik bila kita tetap menjaga, melestarikan dan membudayakan Bahasa Indonesia. Maka dari itu untuk memperdalam mengenai Bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana perkembangannya sampai saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa pemersatu dari berbagai suku dan adat-istiadat yang beranekaragam yang ada di Indonesia, yang termasuk kita didalamnya.



TUJUAN PENYUSUNAN MAKALAH

1.     Untuk memenuhi tugas dari dosen Bahasa Indonesia.
2.     Untuk menambah pengetahuan khusunya dalam bidang Bahasa indonesia.
3.     Untuk dapat mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia
4.     Untuk lebih membangun rasa Juang bagi kaum muda untuk dapat menghargai bahasa sendiri di era yang global ini.


SISTEMATIKA PEMBAHASAN

1).Asal Mula Bahasa Indonesia dari segi bahasa yang digunakan
2).Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan peristiwa-peristiwa penting

3).Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan prasasti-prasasti
4). Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan catatan-catatan penting
       *.Perkembangan bahasa Melayu sebelum Traktat London
5).Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 sampai dengan abad ke-11 Masehi).
6).Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kerajaan-keraan Melayu (abar ke-12 sampai dengan abad ke-19 Masehi):






BAB II
LANDASAN TEORI


*I Tsing
Menurutnya,,Bahasa Melayu (diistilahkan Kw’en Lun) memegang peranan penting di dalam kehidupan politik dan keagamaan di negara itu (Sriwijaya).
* Menurut Mees (1954)
Merutnya,Sriwijaya mendirikan suatu perguruam tinggi Buddha yang mahasiswanya datang dari semua penjuru kawasan yang dikuasainya. Beberapa dari mahasiswa bahka datang dari kerajaan-kerajaan tetangga Champa dan Kamboja. Bahasa pengantar pada perguruan tinggi itu dan pusat-pusat pendidikan lainnya adalah bahasa melayu kuno atau lingua franca Kw’en Lun.
*(Humaidy, 1973 dan Alisjahbana dalam Fishman, 1974).
Menurutnya,Tentu saja bahasa Melayu, atau semacam bahasa Melayu kuno, menjadi bahasa para saudagar itu. Itulah sebabnya maka bahasa Melayu menjadi bahasa resmi Kerajaan Sriwijaya.
* Glosari Pigafetta
Menunjukkan bahwa Bahasa Melayu yang berasal dari Indonesia bagian barat telah menyebar ke bagian timur Kepulauan Nusantara pada waktu itu. Bahkan, pada tahun 1865 pemerintah kolonial Belanda mengangkat Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi kedua mendampingi Bahasa Belanda. Hal ini mengisyaratkan bahwa peranan Bahasa Melayu sebagai lingua franca tidak dapat diabaikan begitu saja.









BAB II
PEMBAHASAN

Asal Mula Bahasa Indonesia dari segi bahasa yang digunakan  


Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu, sebuah Bahasa Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu Pasar. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif, dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain dari berbagai bahasa yang digunakan para penggunanya.

Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi, pada masa lalu digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa Melayu Pasar.
Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi, di antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur diambil oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia.
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
  1. Jika bahasa Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di Republik Indonesia.
  2. Bahasa Jawa jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih besar.
  3. Bahasa Melayu Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin, atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia sebagailingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari bahasa lainnya.
  4. Pengguna bahasa Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945, pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris. Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu, dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di Asia Tenggara.
Dengan memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan kebangsaan.
Bahasa Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan peristiwa-peristiwa penting
Perinciannya sebagai berikut:
  1. Pada tahun 1901 disusunlah ejaan resmi Bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen dan ia dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
  2. Pada tahun 1908 Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
  3. Tanggal 28 Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia.
  4. Pada tahun 1933 secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana dan kawan-kawan.
  5. Pada tarikh 25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
  6. Pada tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
  7. Pada tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
  8. Kongres Bahasa Indonesia II di Medan pada tarikh 28 Oktober s.d. 2 November 1954 juga salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan prasasti-prasasti
Penelusuran perkembangan bahasa Indonesia bisa dimulai dari pengamatan beberapa inskripsi (batu bertulis) atau prasasti yang merupakan bukti sejarah keberadaan bahasa Melayu di kepulauan Nusantara. Prasasti-prasasti itu mengungkapkan sesuatu yang menggunakan bahasa Melayu, atau setidak-tidaknya nenek moyang bahasa Melayu. Nama-nama prasasti adalah:
(1) Kedukan Bukit (683 Masehi),
(2) Talang Tuwo (684 Masehi),
(3) Kota Kapur (686 Masehi),
(4) Karang Brahi (686 Masehi),
(5) Gandasuli (832 Masehi),
(6) Bogor (942 Masehi), dan
(7) Pagaruyung (1356) (Abas, 1987: 24)
Prasasti-prasasti itu memuat tulisan Melayu Kuno yang bahasanya merupakan campuran antara bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sanskerta.
- Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di tepi Sungai Tatang di Sumatera Sedlatan, yang bertahun 683 Masehi atau 605 Saka ini dianggap prasasti yang paling tua, yang memuat nama Sriwijaya.
- Prasasti Talang Tuwo, bertahun 684 Masehi atau 606 Saka, menjelaskan tentang konstruksi bangunan Taman Srikestra yang dibangun atas perintas Hyang Sri-Jayanaca sebagai lambang keselamatan raja dan kemakmuran negeri. Prasasti ini juga memuat berbagai mantra suci dan berbagai doa untuk keselamatn raja.
- Prasasti Kota Kapur di Pulau Bangsa dan prasasti Karang Brahi di Kambi, keduanya bertahun 686 Masehi atau 608 Saka, isinya hampir sama, yaitu permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan kerajaan Sriwijaya, agar menghukum para penghianat dan orang-orang yang memberontak kedaulatan raja. Juga berisi permohonan keselamatan bagi mereka yang patuh, taat, dan setia kepada raja Sriwijaya.
Jika berbagai prasasti tersebut bertahun pada zaman Sriwijaya, bisa disimpulkan bahwa Bahasa Melayu Kuno pada zaman itu telah berperan sebagai lingua franca. Atau, ada kemungkinan sebagai bahasa resmi pada zaman Sriwijaya. Kesimpulan ini diperkiat oleh keterangan I Tsing tentang bahasa itu bahwa bersama dengan Bahasa Sanskerta, Bahasa Melayu (diistilahkan Kw’en Lun) memegang peranan penting di dalam kehidupan politik dan keagamaan di negara itu (Sriwijaya).


Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan catatan-catatan penting
Selain berbagai prasasti tersebut, terdapat pula beberapa catatan yang bisa dijadikan sumber informasi tentang asal-usul bahasa Melayu. Sejarah kuno negeri Cina turut membuktikan tentang keberadaan bahasa Melayu tersebut. Pada awal masa penyebaran agama Kristen, pengembara-pengembara Cina yang berkunjung ke Kepulauan Nusantara menjumpai adanya berbagai lingua franca yang mereka namai Kw’en Lun di Asia Tenggara. Salah satu di antara Kw’en Lun itu oleh I Tsing diidentifikasi di dalam Chronicle-nya sebagai bahasa Melayu.
Untuk keperluan perkembangan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, Traktat London (Perjanjian London) 1824 antara Pemerintah Inggris dan Belanda merupakan tonggak sejarah yang sangat penting. Sebab, pada traktat itu antara lain berisi kesepakatan pembagian dua wilayah, yaitu:
(1) Semenanjung Melayu dan Singapura besera pulau-pulau kecilnya menjadi kekuasaan kolonial Inggris; dan
(2) Kepulauan Nusantara (Kepulauan Sunda besar: pulau-pulau Sumatera, Jawa, sebagian Borneo/kalimantan, dan Sulawesi; Kepulauan Sunda kecil: pulau-pulau Bali, Lombok, Flores, Sumbawa, Sumba, sebagian Timor , dan lain-lain; Kepulauan Maluku dan sebagian Irian) menjadi kekuasaan kolonial Belanda.
Oleh karena itu, perkembangan bahasa Melayu ini dapat dikelompokkan menjadi dua periode, yaitu
*1.Perkembangan bahasa Melayu sebelum Traktat London
Perkembangan bahasa Melayu sebelum Traktat London ini dapat disistematisasikan ke dlam beberapa era, sub-era, dan periode seperti berikut:
1)   Era Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 sampai dengan abad ke-11 Masehi)
2)   Era Kerajaan-keraan Melayu (abar ke-12 sampai dengan abad ke-19 Masehi):
  1. Sub-era Kerajaan Melayu Bintan-Tumasik (abad ke-12 sampai dengan abad ke-13 Masehi)
  2. Sub-era Kerajaan Meayu Riau (abad ke-14 sampai dengan abad ke-19 Masehi):
    1. Periode Kerajaan Malaka (abad ke-14 sampai dengan abad ke-15 Masehi)
    2. Periode Kerajaan Johor (abad ke-16 sampai dengan abad ke-17 Masehi)
    3. Periode Kerajaan Riau-Lingga (abad ke-18 sampai dengan abad-19 Masehi)
3)   Era Pemisahan Tahun 1824
Perkembangan bahasa Melayu sebagaimana disitematisasikan tersebut sangat berkaitan dengan perkembangan bahasa Melayu pasca Traktat London 1824, karena bahasa Melayu berkembanga menjadi tiga arah, yaitu:
(a) di Indonesia menjadi Bahasa Indonesia;
(b) di Malaysia menjadi Bahasa Malaysia;
(c) di Brunei menjadi Bahasa Melayu Baku;
(d) di Singapura menjadi Bahasa Nasional.
Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 sampai dengan abad ke-11 Masehi).
Sebagai kerajaan maritim, Sriwijaya mengalami masa kejayaan relatif cepat oleh lokasinya yang sangat strategis pada Selat Malaka, suatu pusat perdagangan yang penting selama berabad-abad lamanya. Para saudagar dari timur dan barat serta dari Kepulauan Nusantara bertemu dan mengadakan transaksi dagang. Tentu saja bahasa Melayu, atau semacam bahasa Melayu kuno, menjadi bahasa para saudagar itu. Itulah sebabnya maka bahasa Melayu menjadi bahasa resmi Kerajaan Sriwijaya. (Humaidy, 1973 dan Alisjahbana dalam Fishman, 1974).
Dengan demikian, Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat kegiatan hajat manusia dan pusat administrasi kerajaan dan daerah-daerah taklukannya. Sriwijaya juga merupakan pusat pendidikan, kebudayaan, dan keagamaan. Abas (1987) mengulangi apa yang pernah ditulis oleh Gregoris F. Zaide, seorang ahli sejarah Filipina terkemuka, mengenai kejayaan Kerajaan Sriwijaya pada era itu:
The Empire of Sriwijaya (Sri-Vishaya) emerged from the ashes of the maritime colonialism of Pallawa from 8th ventury to 1377 AD. Founded by Hindunized Malays, it was basucally Malayan in might, Hindunistic in culture, and Buddhistic in religion. The empire was so named after the capital, Sri-Vishaya, Sumatra . At the height of its power under the Shailendra dynasty, it included Malaya , Ceylon , Borneo, Celebes, the Philippines , and part of Formosa , and probaly exercised sovereignty over Cambodia and Champa ( Annam ). (Zaide, 1950: 36)

Menurut Mees (1954) Sriwijaya mendirikan suatu perguruam tinggi Buddha yang mahasiswanya datang dari semua penjuru kawasan yang dikuasainya. Beberapa dari mahasiswa bahka datang dari kerajaan-kerajaan tetangga Champa dan Kamboja. Bahasa pengantar pada perguruan tinggi itu dan pusat-pusat pendidikan lainnya adalah bahasa melayu kuno atau lingua franca Kw’en Lun.
Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kerajaan-keraan Melayu (abar ke-12 sampai dengan abad ke-19 Masehi):
Pemakaian bahasa Melayu yang dipengaruhi bahasa Sansekerta telah mendominasi Kerajaan Sriwijaya. Hal ini jelas terlihat pada berbagai inskripsi batu bertulis yang ditemukan pada berbagai tempat di Sumatra. Tetapi, dalam era berikutnya, yaitu era Kerajaan-kerajaan Melayu yang muncul dari abad ke-12 sampai dengan abad ke-19 Masehi, bahasa yang dipakai tidak lagi dipengaruhi oleh bahasa Sansekerta. Raja-raja yang berkuasa pada saat itu berketurunan Melayu.
Era ini dapat dibagi menjadi dua sub-era, yaitu sub-era Kerajan Bintan dan Tumasik, dan sub-era Kerajaan Melayu Riau. Selanjutnya, sub-era Kerajaan Melayu Riau ini dibagi lagi menjadi tiga periode, yaitu periode Kerajaan Malaka, periode Kerajaan Johor, dan periode Kerajaan Riau dan Lingga. Sekali lagi, pembagian menjadi periode-periode ini sangat penting karena berkaitan dengan perkembangan bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia .
Pada era Kerajaan-kerjaan Melayu ini, penyebaran bahasa Melayu mengalami perkembangan yang sangat pesat. Kedatangan orang-orang Eropa yang ikut mempergunakana bahasa Melayu sebagai lingua franca tidak hanya menmbantu penyebaran bahasa itu secara ekstensif melainkan juga menaikkan statusnya sebagai bahasa yang memiliki “norma supraetnik”, melebihi norma etnik bahasa-bahasa daerah lainnya yang ada di Kepulauan Nusantara.
Pigafetta yang mendampingi Magelhaens di dalam pelayarannya yang pertama mengelilingi dunia, misalnya, berhasil menyusun glosari pertama Bahasa Melayu ketika kapalnya berlabuh di Tidore tahun 1521 Masehi. Glosari Pigafetta yang sederhana ini menunjukkan bahwa Bahasa Melayu yang berasal dari Indonesia bagian barat telah menyebar ke bagian timur Kepulauan Nusantara pada waktu itu. Bahkan, pada tahun 1865 pemerintah kolonial Belanda mengangkat Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi kedua mendampingi Bahasa Belanda. Hal ini mengisyaratkan bahwa peranan Bahasa Melayu sebagai lingua franca tidak dapat diabaikan begitu saja.
Pada tahun 1581, Jan Huygen van Linschoten, seorang pelaut Belanda yang berlayar ke Indonesia, menulis di dalam bukunya Itinerarium Schipvaert naar Oost ofte Portugaels Indiens bahwa Bahasa Melayu adalah bahasa yang dipergunakan oleh banyak orang timur, dan bahwa barang siapa yang tidak mengerti bahasa itu akan berada dalam keadaan seperti orang Belanda (dari zaman yang sama) yang tidak mengerti Bahasa Perancis. (Alisjahbana dalam Fishman, 1974: 393).
Pada akhir abad ke-17, sewaktu Francois Valentyn di Malaka, ia telah menulis buku berjudul Oud en Nievw Oostindien II Del V tentang bahasa Melayu. Dalam buku tersebut dinyatakan bahwa Bahasa Melayu telah terbukti menjalankan fungsinya sebagai alat komunikasi dan lingua franca yang penting di Malaka. Valentyn seorang pendeta dan ahli sejarah berbangsa Belanda dalam penulisan buku sebanyak enam jilid itu menjelaskan sejarah dan skenario kota pelabuhan di Kepulauan Melayu. Sebagian penjelasannya adalah:
“Bahasa mereka, yaitu bahasa Melayu … bukan saja digunakan di pantai-pantai Tanah Melayu, melainkan juga di seluruh India dan di negeri-negeri sebelah timur. Di mana-mana pun bahasa ini dipahami oleh setiap orang. Bahasa ini bagaikan bahasa Perancis atau bahasa Latin di Eropa, atau senacan bahasa perantara di Itali atau di Levent. OLeh karena banyaknya bahasa ini digunakan,maka seseorang yang mampu bertutur dalam bahasaMelatu akan dapat dipahami orang baik dalam negeri Persia maupun Filipina.”



BAB III
PENUTUP


Kesimpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1.     Bahasa Indonesia sebenarnya sumbernya dari bahasa Melayu
2.     Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi
3.     Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928
4.     Bahasa Melayu di angkat menjadi bahasa indonesia karena bahasa melayu telah digunakan sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) di nusantara dan bahasa melayu sangat sederhana dan mudah dipelajari serta tidak memiliki tingkatan bahasa.
5.     Perkembangan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan telah melalui berbagai perkembanagan
6.     Seiring dengan perkembangannya  bahasa indonesia mempunyai banyak keragaman yang ada


Saran
Kita tau bersama bahwa bahasa Indonesia bersumber dari bahasa Melayu ,yang sekarang dipakai oleh bangsa Malaisya sebagai bahasa persatuannya.Maka dari itu sebagai bangsa yang besar selayaknya kita menghargai nilai sejarah tersebut dengan tetap menghormati bahasa Melayu.Dan walaupun kita sudah mengenal sejarah bahasa Indonesia dan telah menggunakannya sehari-hari tetapi alangkah baiknya kita dapat menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.




DAFTAR PUSTAKA

  • Abas, Husen. 1987. Indonesian As a Unifying Language of Wider Communication: a Historical and Sociolinguistic Perspectives.Canberra: Research School of Pasific Studies, ANU.
  • Alisjahbana, Sutan Takdir. 1974. “Language Policy, Language Engineering and Literacy in Indonesia and Malaysia”. Dalam Fiherman, ed. 1974: 179-187.
  • Fishamn, Joshuo A., ed. 1974. Advances in Language Planning. The Hague : Mouton.
  • Hamidy, U.U. 1973. Bahasa Melayu Riau: Sumbangan Bahasa Melayu Riau kepada Bahasa dan Bangsa Indonesia . Pekanbaru: Badan Pembina Kesenian Daerah Propinsi Riau.
  • Junus, Umar. 1969. Sedjarah dan Perkembangan Kearah Bahasa Indonesia dan Bangsa Indonesia . Djakarta : Bhratara.
  • Joyonegoro, Wardiman. 1995. “Pidato Pembukaan KIP BOPA III”. 28 Agustus 1995.
  • http://kask.us/1014230/

1 komentar:

  1. This is very useful for me. thank you sister your information very good, I am glad can visit your blog.

    don't forget to visit back may blog: obat kista tradisional.
    obat pelangsing herbal.
    thanks before.. greetings sister

    BalasHapus