MAKALAH BAHASA INDONESIA
"SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA"
EUNIKE TAMBINGON
10310666
UNIVERSITAS NEGERI
MANADO
FAKULTAS BAHASA DAN SENI
JURUSAN
BAHASA ASING
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA JEPANG
2010
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur
kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha
Esa karena berkat hikmat dan perkenanannya serta sumber inspirasinya saya dapat menyusun makalah ini.
Adapun
makalah ini saya susun untuk memenuhi
tugas mata kuliah BAHASA INDONESIA dan mempermudah
akan pemahaman tentang Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia
Pada kesempatan
ini juga kami mengucapkan terimakasih teman-teman yang telah membantu dan sudah turut berpartisipasi dalam
penyusunan makalah ini serta kepada semua pihak yang terlibat dalam penyusunan
makalah ini kami ucapkan terimakasih.
Semoga makalah yang
saya susun ini dapat menambah wawasan dan mempermudah pemahaman kita dalam mata
kuliah Bahasa Indonesia ini.
Penyusun
EUNIKE TAMBINGON
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
BAB I :PENDAHULUAN
I.I Latar belakang Masalah
I.II Tujuan Penyusunan makalah
I.III Sistematika Pembahasan
BAB II :Landasan teori
BAB III:PEMBAHASAN
III.I Asal Mula Bahasa indonesia dari segi bahasa yang digunakan
III.II Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan peristiwa-peristiwa penting
III.III Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan prasasti-prasasti
III.IV Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan catatan-catatan penting
III.V Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kerajaan
II.VI Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kerajaan-keraan Melayu
BAB IV:PENUTUP
IV.I KESIMPULAN
IV.II SARAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Setiap hari pastinya kita
menggunakan Bahasa Indonesia, sebagai bahasa sehari-hari kita. Baik untuk
berbicara, menulis, dan kegiatan sehari-hari lainnya. Tapi sekarang ini telah
banyak perubahan yang ada. Baik dari segi pengaruh luar yaitu perkembangan
global dan juga dari masyarakat Indonesia sendiri.
Sekarang ini pun dari bidang
pendidikan, anak-anak playgroup sudah diajarkan menggunakan bahasa luar negeri
seperti Bahasa Inggris, Bahasa Mandarin dan Bahasa Jepang dan masih banyak yang
lainnya. Belum lagi setelah tingkat SD, SMP, SMA dan seterusnya, makin banyak
bahasa-bahasa asing yang dipelajari.
Ini dianggap sebagai
kebutuhan modal, juga sebagai tolak ukur kemajuan individu-individu di
masa depan. Tapi ini mempunyai pengaruh secara langsung dan tak langsung, yaitu
bahasa asing menjadi bahasa sehari-hari agar terbiasa dan juga sebagai alat
latih untuk memperlancar pengucapan, pendengaran dan penulisan.
Cukup memprihatinkan, karena
fungsi Bahasa Indonesia sebagai bahasa ibu dari Warga Negara Indonesia menjadi
tergeser. Karena bahasa asing, menjadi bahasa pergaulan, menjadi jembatan dalam
persaingan global dan juga salah satu syarat dalam dunia pekerjaan.
Tak dipungkiri pentingnya
mempelajari bahasa asing, tapi alangkah jauh lebih baik bila kita tetap
menjaga, melestarikan dan membudayakan Bahasa Indonesia. Maka dari itu untuk
memperdalam mengenai Bahasa Indonesia, kita perlu mengetahui bagaimana
perkembangannya sampai saat ini sehingga kita tahu mengenai bahasa pemersatu
dari berbagai suku dan adat-istiadat yang beranekaragam yang ada di Indonesia,
yang termasuk kita didalamnya.
TUJUAN PENYUSUNAN MAKALAH
1.
Untuk
memenuhi tugas dari dosen Bahasa Indonesia.
2.
Untuk
menambah pengetahuan khusunya dalam bidang Bahasa indonesia.
3.
Untuk dapat
mengetahui sejarah perkembangan Bahasa Indonesia
4.
Untuk lebih
membangun rasa Juang bagi kaum muda untuk dapat menghargai bahasa sendiri di
era yang global ini.
SISTEMATIKA PEMBAHASAN
1).Asal Mula Bahasa Indonesia dari segi bahasa yang digunakan
2).Perkembangan Bahasa Indonesia
berdasarkan peristiwa-peristiwa penting
3).Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan prasasti-prasasti
4). Perkembangan Bahasa Indonesia
berdasarkan catatan-catatan penting
*.Perkembangan
bahasa Melayu sebelum Traktat London
5).Perkembangan
Bahasa Indonesia di Era Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 sampai dengan abad ke-11
Masehi).
6).Perkembangan Bahasa Indonesia di Era
Kerajaan-keraan Melayu (abar ke-12 sampai dengan abad ke-19 Masehi):
BAB II
LANDASAN TEORI
*I
Tsing
Menurutnya,,Bahasa Melayu
(diistilahkan Kw’en Lun) memegang peranan penting di dalam kehidupan
politik dan keagamaan di negara itu (Sriwijaya).
* Menurut Mees (1954)
Merutnya,Sriwijaya mendirikan suatu perguruam
tinggi Buddha yang mahasiswanya datang dari semua penjuru kawasan yang
dikuasainya. Beberapa dari mahasiswa bahka datang dari kerajaan-kerajaan
tetangga Champa dan Kamboja. Bahasa pengantar pada perguruan tinggi itu dan
pusat-pusat pendidikan lainnya adalah bahasa melayu kuno atau lingua franca
Kw’en Lun.
*(Humaidy, 1973 dan Alisjahbana dalam
Fishman, 1974).
Menurutnya,Tentu saja bahasa Melayu, atau
semacam bahasa Melayu kuno, menjadi bahasa para saudagar itu. Itulah sebabnya
maka bahasa Melayu menjadi bahasa resmi Kerajaan Sriwijaya.
* Glosari Pigafetta
Menunjukkan bahwa Bahasa Melayu yang berasal
dari Indonesia bagian barat telah menyebar ke bagian timur Kepulauan Nusantara
pada waktu itu. Bahkan, pada tahun 1865 pemerintah kolonial Belanda mengangkat
Bahasa Melayu sebagai bahasa resmi kedua mendampingi Bahasa Belanda. Hal ini
mengisyaratkan bahwa peranan Bahasa Melayu sebagai lingua franca tidak
dapat diabaikan begitu saja.
BAB II
PEMBAHASAN
Bahasa Indonesia adalah Bahasa Melayu, sebuah Bahasa
Austronesia yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara
kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern, paling tidak dalam bentuk
informalnya. Bentuk bahasa sehari-hari ini sering dinamai dengan istilah Melayu
Pasar. Jenis ini sangat lentur sebab sangat mudah dimengerti dan ekspresif,
dengan toleransi kesalahan sangat besar dan mudah menyerap istilah-istilah lain
dari berbagai bahasa yang
digunakan para penggunanya.
Bentuk yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi, pada masa
lalu digunakan kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Malaya, dan
Jawa. Bentuk bahasa ini lebih sulit karena penggunaannya sangat halus, penuh
sindiran, dan tidak seekspresif Bahasa Melayu Pasar.
Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi, di antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur diambil oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia.
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
Pemerintah kolonial Belanda yang menganggap kelenturan Melayu Pasar mengancam keberadaan bahasa dan budaya Belanda berusaha meredamnya dengan mempromosikan Bahasa Melayu Tinggi, di antaranya dengan penerbitan karya sastra dalam Bahasa Melayu Tinggi oleh Balai Pustaka. Tetapi Bahasa Melayu Pasar sudah telanjur diambil oleh banyak pedagang yang melewati Indonesia.
Bahasa Melayu di Indonesia kemudian digunakan sebagai lingua franca (bahasa pergaulan), namun pada waktu itu belum banyak yang menggunakannya sebagai bahasa ibu. Biasanya masih digunakan bahasa daerah (yang jumlahnya bisa sampai sebanyak 360).
Awal penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. Di sana, pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, dicanangkanlah penggunaan Bahasa Indonesia sebagai bahasa untuk negara Indonesia pascakemerdekaan. Soekarno tidak memilih bahasanya sendiri, Jawa (yang sebenarnya juga bahasa mayoritas pada saat itu), namun beliau memilih Bahasa Indonesia yang beliau dasarkan dari Bahasa Melayu yang dituturkan di Riau.
Bahasa Melayu Riau dipilih sebagai bahasa persatuan Negara Republik Indonesia atas beberapa pertimbangan sebagai berikut:
- Jika bahasa
Jawa digunakan, suku-suku bangsa atau puak lain di Republik Indonesia akan
merasa dijajah oleh suku Jawa yang merupakan puak (golongan) mayoritas di
Republik Indonesia.
- Bahasa Jawa
jauh lebih sukar dipelajari dibandingkan dengan bahasa Melayu Riau. Ada
tingkatan bahasa halus, biasa, dan kasar yang dipergunakan untuk orang
yang berbeda dari segi usia, derajat, ataupun pangkat. Bila pengguna
kurang memahami budaya Jawa, ia dapat menimbulkan kesan negatif yang lebih
besar.
- Bahasa Melayu
Riau yang dipilih, dan bukan Bahasa Melayu Pontianak, atau Banjarmasin,
atau Samarinda, atau Maluku, atau Jakarta (Betawi), ataupun Kutai, dengan
pertimbangan pertama suku Melayu berasal dari Riau, Sultan Malaka yang
terakhirpun lari ke Riau selepas Malaka direbut oleh Portugis. Kedua, ia
sebagailingua franca, Bahasa Melayu Riau yang paling sedikit terkena
pengaruh misalnya dari bahasa Tionghoa Hokkien, Tio Ciu, Ke, ataupun dari
bahasa lainnya.
- Pengguna bahasa
Melayu bukan hanya terbatas di Republik Indonesia. Pada tahun 1945,
pengguna bahasa Melayu selain Republik Indonesia masih dijajah Inggris.
Malaysia, Brunei, dan Singapura masih dijajah Inggris. Pada saat itu,
dengan menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan, diharapkan di
negara-negara kawasan seperti Malaysia, Brunei, dan Singapura bisa
ditumbuhkan semangat patriotik dan nasionalisme negara-negara jiran di
Asia Tenggara.
Dengan
memilih Bahasa Melayu Riau, para pejuang kemerdekaan bersatu lagi seperti pada
masa Islam berkembang di Indonesia, namun kali ini dengan tujuan persatuan dan
kebangsaan.
Bahasa
Indonesia yang sudah dipilih ini kemudian distandardisasi (dibakukan) lagi
dengan nahu (tata bahasa), dan kamus baku juga diciptakan. Hal ini sudah
dilakukan pada zaman Penjajahan Jepang.
Perkembangan Bahasa Indonesia berdasarkan peristiwa-peristiwa
pentingPerinciannya sebagai berikut:
- Pada tahun 1901
disusunlah ejaan resmi Bahasa Melayu oleh Ch. A. van Ophuijsen dan ia
dimuat dalam Kitab Logat Melayu.
- Pada tahun 1908
Pemerintah mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi
nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian
pada tahun 1917 ia diubah menjadi Balai Pustaka. Balai itu menerbitkan
buku-buku novel seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun
bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu
penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
- Tanggal 28
Oktober 1928 merupakan saat-saat yang paling menentukan dalam perkembangan
bahasa Indonesia karena pada tanggal itulah para pemuda pilihan mamancangkan
tonggak yang kukuh untuk perjalanan bahasa Indonesia.
- Pada tahun 1933
secara resmi berdirilah sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan
dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana
dan kawan-kawan.
- Pada tarikh
25-28 Juni 1938 dilangsungkanlah Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari
hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan
bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan
budayawan Indonesia saat itu.
- Pada tanggal 18
Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar RI 1945, yang salah
satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa
negara.
- Pada tanggal 19
Maret 1947 diresmikan penggunaan Ejaan Republik (Ejaan Soewandi) sebagai
pengganti Ejaan van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
- Kongres Bahasa
Indonesia II di Medan pada tarikh 28 Oktober s.d. 2 November 1954 juga
salah satu perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus
menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan
dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
Penelusuran perkembangan bahasa Indonesia bisa dimulai dari pengamatan beberapa inskripsi (batu bertulis) atau prasasti yang merupakan bukti sejarah keberadaan bahasa Melayu di kepulauan Nusantara. Prasasti-prasasti itu mengungkapkan sesuatu yang menggunakan bahasa Melayu, atau setidak-tidaknya nenek moyang bahasa Melayu. Nama-nama prasasti adalah:
(1) Kedukan Bukit (683 Masehi),
(2) Talang Tuwo (684 Masehi),
(3) Kota Kapur (686 Masehi),
(4) Karang Brahi (686 Masehi),
(5) Gandasuli (832 Masehi),
(6) Bogor (942 Masehi), dan
(7) Pagaruyung (1356) (Abas, 1987: 24)
Prasasti-prasasti itu memuat tulisan Melayu Kuno yang bahasanya merupakan campuran antara bahasa Melayu Kuno dan bahasa Sanskerta.
- Prasasti Kedukan Bukit yang ditemukan di tepi
Sungai Tatang di Sumatera Sedlatan, yang bertahun 683 Masehi atau 605 Saka ini
dianggap prasasti yang paling tua, yang memuat nama Sriwijaya.
- Prasasti Talang Tuwo, bertahun 684 Masehi atau
606 Saka, menjelaskan tentang konstruksi bangunan Taman Srikestra yang dibangun
atas perintas Hyang Sri-Jayanaca sebagai lambang keselamatan raja dan
kemakmuran negeri. Prasasti ini juga memuat berbagai mantra suci dan berbagai
doa untuk keselamatn raja.
-
Prasasti Kota Kapur di Pulau Bangsa dan prasasti Karang Brahi di Kambi,
keduanya bertahun 686 Masehi atau 608 Saka, isinya hampir sama, yaitu
permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan kerajaan Sriwijaya, agar
menghukum para penghianat dan orang-orang yang memberontak kedaulatan raja.
Juga berisi permohonan keselamatan bagi mereka yang patuh, taat, dan setia
kepada raja Sriwijaya.
Jika
berbagai prasasti tersebut bertahun pada zaman Sriwijaya, bisa disimpulkan
bahwa Bahasa Melayu Kuno pada zaman itu telah berperan sebagai lingua
franca. Atau, ada kemungkinan sebagai bahasa resmi pada zaman Sriwijaya.
Kesimpulan ini diperkiat oleh keterangan I Tsing tentang bahasa itu bahwa
bersama dengan Bahasa Sanskerta, Bahasa Melayu (diistilahkan Kw’en Lun)
memegang peranan penting di dalam kehidupan politik dan keagamaan di negara itu
(Sriwijaya).
Selain
berbagai prasasti tersebut, terdapat pula beberapa catatan yang bisa dijadikan
sumber informasi tentang asal-usul bahasa Melayu. Sejarah kuno negeri Cina
turut membuktikan tentang keberadaan bahasa Melayu tersebut. Pada awal masa
penyebaran agama Kristen, pengembara-pengembara Cina yang berkunjung ke
Kepulauan Nusantara menjumpai adanya berbagai lingua franca yang
mereka namai Kw’en Lun di Asia Tenggara. Salah satu di antara Kw’en
Lun itu oleh I Tsing diidentifikasi di dalam Chronicle-nya
sebagai bahasa Melayu.
Untuk
keperluan perkembangan Bahasa Melayu menjadi Bahasa Indonesia, Traktat London
(Perjanjian London) 1824 antara Pemerintah Inggris dan Belanda merupakan
tonggak sejarah yang sangat penting. Sebab, pada traktat itu antara lain berisi
kesepakatan pembagian dua wilayah, yaitu:
(1) Semenanjung
Melayu dan Singapura besera pulau-pulau kecilnya menjadi kekuasaan kolonial
Inggris; dan
(2) Kepulauan
Nusantara (Kepulauan Sunda besar: pulau-pulau Sumatera, Jawa, sebagian
Borneo/kalimantan, dan Sulawesi; Kepulauan Sunda kecil: pulau-pulau Bali,
Lombok, Flores, Sumbawa, Sumba, sebagian Timor , dan lain-lain; Kepulauan
Maluku dan sebagian Irian) menjadi kekuasaan kolonial Belanda.
Oleh karena itu,
perkembangan bahasa Melayu ini dapat dikelompokkan menjadi dua periode, yaitu
*1.Perkembangan bahasa Melayu
sebelum Traktat London
Perkembangan bahasa
Melayu sebelum Traktat London ini dapat disistematisasikan ke dlam beberapa
era, sub-era, dan periode seperti berikut:
1) Era
Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7 sampai dengan abad ke-11 Masehi)
2) Era
Kerajaan-keraan Melayu (abar ke-12 sampai dengan abad ke-19 Masehi):
- Sub-era Kerajaan Melayu Bintan-Tumasik (abad
ke-12 sampai dengan abad ke-13 Masehi)
- Sub-era Kerajaan Meayu Riau (abad ke-14 sampai
dengan abad ke-19 Masehi):
- Periode Kerajaan Malaka (abad ke-14 sampai
dengan abad ke-15 Masehi)
- Periode Kerajaan Johor (abad ke-16 sampai dengan
abad ke-17 Masehi)
- Periode Kerajaan Riau-Lingga (abad ke-18 sampai
dengan abad-19 Masehi)
3) Era Pemisahan Tahun 1824
Perkembangan bahasa Melayu sebagaimana
disitematisasikan tersebut sangat berkaitan dengan perkembangan bahasa Melayu
pasca Traktat London 1824, karena bahasa Melayu berkembanga menjadi tiga arah,
yaitu:
(a) di Indonesia
menjadi Bahasa Indonesia;
(b) di Malaysia
menjadi Bahasa Malaysia;
(c) di Brunei
menjadi Bahasa Melayu Baku;
(d) di Singapura
menjadi Bahasa Nasional.
Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kerajaan Sriwijaya (abad ke-7
sampai dengan abad ke-11 Masehi).
Sebagai
kerajaan maritim, Sriwijaya mengalami masa kejayaan relatif cepat oleh
lokasinya yang sangat strategis pada Selat Malaka, suatu pusat perdagangan yang
penting selama berabad-abad lamanya. Para saudagar dari timur dan barat serta
dari Kepulauan Nusantara bertemu dan mengadakan transaksi dagang. Tentu saja
bahasa Melayu, atau semacam bahasa Melayu kuno, menjadi bahasa para saudagar
itu. Itulah sebabnya maka bahasa Melayu menjadi bahasa resmi Kerajaan
Sriwijaya. (Humaidy, 1973 dan Alisjahbana dalam Fishman, 1974).
Dengan
demikian, Kerajaan Sriwijaya merupakan pusat kegiatan hajat manusia dan pusat
administrasi kerajaan dan daerah-daerah taklukannya. Sriwijaya juga merupakan
pusat pendidikan, kebudayaan, dan keagamaan. Abas (1987) mengulangi apa yang
pernah ditulis oleh Gregoris F. Zaide, seorang ahli sejarah Filipina terkemuka,
mengenai kejayaan Kerajaan Sriwijaya pada era itu:
The Empire of
Sriwijaya (Sri-Vishaya) emerged from the ashes of the maritime colonialism of
Pallawa from 8th ventury to 1377 AD. Founded by Hindunized Malays,
it was basucally Malayan in might, Hindunistic in culture, and Buddhistic in
religion. The empire was so named after the capital, Sri-Vishaya, Sumatra . At
the height of its power under the Shailendra dynasty, it included Malaya ,
Ceylon , Borneo, Celebes, the Philippines , and part of Formosa , and probaly
exercised sovereignty over Cambodia and Champa ( Annam ). (Zaide, 1950:
36)
Menurut
Mees (1954) Sriwijaya mendirikan suatu perguruam tinggi Buddha yang
mahasiswanya datang dari semua penjuru kawasan yang dikuasainya. Beberapa dari
mahasiswa bahka datang dari kerajaan-kerajaan tetangga Champa dan Kamboja.
Bahasa pengantar pada perguruan tinggi itu dan pusat-pusat pendidikan lainnya
adalah bahasa melayu kuno atau lingua franca Kw’en Lun.
Perkembangan Bahasa Indonesia di Era Kerajaan-keraan Melayu (abar
ke-12 sampai dengan abad ke-19 Masehi):
Pemakaian
bahasa Melayu yang dipengaruhi bahasa Sansekerta telah mendominasi Kerajaan
Sriwijaya. Hal ini jelas terlihat pada berbagai inskripsi batu bertulis yang
ditemukan pada berbagai tempat di Sumatra. Tetapi, dalam era berikutnya, yaitu
era Kerajaan-kerajaan Melayu yang muncul dari abad ke-12 sampai dengan abad
ke-19 Masehi, bahasa yang dipakai tidak lagi dipengaruhi oleh bahasa
Sansekerta. Raja-raja yang berkuasa pada saat itu berketurunan Melayu.
Era
ini dapat dibagi menjadi dua sub-era, yaitu sub-era Kerajan Bintan dan Tumasik,
dan sub-era Kerajaan Melayu Riau. Selanjutnya, sub-era Kerajaan Melayu Riau ini
dibagi lagi menjadi tiga periode, yaitu periode Kerajaan Malaka, periode
Kerajaan Johor, dan periode Kerajaan Riau dan Lingga. Sekali lagi, pembagian menjadi
periode-periode ini sangat penting karena berkaitan dengan perkembangan bahasa
Melayu menjadi bahasa Indonesia .
Pada
era Kerajaan-kerjaan Melayu ini, penyebaran bahasa Melayu mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Kedatangan orang-orang Eropa yang ikut
mempergunakana bahasa Melayu sebagai lingua franca tidak hanya
menmbantu penyebaran bahasa itu secara ekstensif melainkan juga menaikkan
statusnya sebagai bahasa yang memiliki “norma supraetnik”, melebihi norma etnik
bahasa-bahasa daerah lainnya yang ada di Kepulauan Nusantara.
Pigafetta
yang mendampingi Magelhaens di dalam pelayarannya yang pertama mengelilingi
dunia, misalnya, berhasil menyusun glosari pertama Bahasa Melayu ketika
kapalnya berlabuh di Tidore tahun 1521 Masehi. Glosari Pigafetta yang sederhana
ini menunjukkan bahwa Bahasa Melayu yang berasal dari Indonesia bagian barat
telah menyebar ke bagian timur Kepulauan Nusantara pada waktu itu. Bahkan, pada
tahun 1865 pemerintah kolonial Belanda mengangkat Bahasa Melayu sebagai bahasa
resmi kedua mendampingi Bahasa Belanda. Hal ini mengisyaratkan bahwa peranan
Bahasa Melayu sebagai lingua franca tidak dapat diabaikan begitu saja.
Pada
tahun 1581, Jan Huygen van Linschoten, seorang pelaut Belanda yang berlayar ke
Indonesia, menulis di dalam bukunya Itinerarium Schipvaert naar Oost ofte
Portugaels Indiens bahwa Bahasa Melayu adalah bahasa yang dipergunakan
oleh banyak orang timur, dan bahwa barang siapa yang tidak mengerti bahasa itu
akan berada dalam keadaan seperti orang Belanda (dari zaman yang sama) yang
tidak mengerti Bahasa Perancis. (Alisjahbana dalam Fishman, 1974: 393).
Pada
akhir abad ke-17, sewaktu Francois Valentyn di Malaka, ia telah menulis buku
berjudul Oud en Nievw Oostindien II Del V tentang bahasa Melayu. Dalam
buku tersebut dinyatakan bahwa Bahasa Melayu telah terbukti menjalankan
fungsinya sebagai alat komunikasi dan lingua franca yang penting di
Malaka. Valentyn seorang pendeta dan ahli sejarah berbangsa Belanda dalam
penulisan buku sebanyak enam jilid itu menjelaskan sejarah dan skenario kota
pelabuhan di Kepulauan Melayu. Sebagian penjelasannya adalah:
“Bahasa
mereka, yaitu bahasa Melayu … bukan saja digunakan di pantai-pantai Tanah
Melayu, melainkan juga di seluruh India dan di negeri-negeri sebelah timur. Di
mana-mana pun bahasa ini dipahami oleh setiap orang. Bahasa ini bagaikan bahasa
Perancis atau bahasa Latin di Eropa, atau senacan bahasa perantara di Itali
atau di Levent. OLeh karena banyaknya bahasa ini digunakan,maka seseorang yang
mampu bertutur dalam bahasaMelatu akan dapat dipahami orang baik dalam negeri
Persia maupun Filipina.”
BAB III
PENUTUP
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Bahasa Indonesia sebenarnya sumbernya dari bahasa
Melayu
2. Bentuk
yang lebih resmi, disebut Melayu Tinggi
3. Awal
penciptaan Bahasa Indonesia sebagai jati diri bangsa bermula dari Sumpah Pemuda
pada tanggal 28 Oktober 1928
4. Bahasa
Melayu di angkat menjadi bahasa indonesia karena bahasa melayu telah digunakan
sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) di nusantara dan bahasa melayu sangat
sederhana dan mudah dipelajari serta tidak memiliki tingkatan bahasa.
5. Perkembangan Bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan
telah melalui berbagai perkembanagan
6. Seiring
dengan perkembangannya bahasa indonesia mempunyai banyak keragaman yang ada
Saran
Kita tau bersama bahwa
bahasa Indonesia bersumber dari bahasa Melayu ,yang sekarang dipakai oleh
bangsa Malaisya sebagai bahasa persatuannya.Maka dari itu sebagai bangsa yang
besar selayaknya kita menghargai nilai sejarah tersebut dengan tetap
menghormati bahasa Melayu.Dan walaupun kita sudah mengenal sejarah bahasa
Indonesia dan telah menggunakannya sehari-hari tetapi alangkah baiknya kita
dapat menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.
DAFTAR PUSTAKA
- Abas, Husen. 1987. Indonesian As a Unifying
Language of Wider Communication: a Historical and Sociolinguistic
Perspectives.Canberra: Research School of Pasific Studies, ANU.
- Alisjahbana, Sutan Takdir. 1974. “Language Policy,
Language Engineering and Literacy in Indonesia and Malaysia”. Dalam
Fiherman, ed. 1974: 179-187.
- Fishamn, Joshuo A., ed. 1974. Advances in
Language Planning. The Hague : Mouton.
- Hamidy, U.U. 1973. Bahasa Melayu Riau:
Sumbangan Bahasa Melayu Riau kepada Bahasa dan Bangsa Indonesia . Pekanbaru:
Badan Pembina Kesenian Daerah Propinsi Riau.
- Junus, Umar. 1969. Sedjarah dan
Perkembangan Kearah Bahasa Indonesia dan Bangsa Indonesia . Djakarta
: Bhratara.
- Joyonegoro, Wardiman. 1995. “Pidato Pembukaan
KIP BOPA III”. 28 Agustus 1995.
- http://kask.us/1014230/
This is very useful for me. thank you sister your information very good, I am glad can visit your blog.
BalasHapusdon't forget to visit back may blog: obat kista tradisional.
obat pelangsing herbal.
thanks before.. greetings sister